Seorang Chief Executive Officer (CEO) Google, Sundar Pichai pernah makan
disebuah restoran yang membuat dirinya memiliki kisah inspiratif.
Dengan wajah panik dan tubuh gemetar,
wanita itu melompat dan menyingkirkan kecoa itu dengan tangannya.
Namun ternyata kecoa itu hinggap di
kerumunan pengunjung lain, sehingga semua orang bereaksi dan panik terhadap
kecoa itu.
Meskipun wanita yang pertama sudah dapat
menyingkirkan kecoa, namun hinggap ke pengunjung wanita lain sehingga seisi
restoran gaduh gara-gara satu ekor kecoa.
Drama lainnya adalah kecoa itu masih ada
di restoran, dan membuat keributan bagi pengunjung lainnya. Namun ketika kecoa itu
hinggap di pundak pelayan restoran, ceritanya menjadi lain.
Pelayan restoran dengan sigap dan penuh
percaya diri memerhatikan kecoa, lalu menangkap dan membuang ke luar restoran.
Dan selesai sudah drama kecoa hinggap di pundak wanita (pengunjung).
Sambil menyeruput secangkir kopi, CEO
Google Sundar Pichai mulai berpikir dan bertanya-tanya, apakah kecoa yang
membuat keributan di restoran tersebut?
Jika memang kecoa yang membuat masalah,
kenapa si pelayan restoran tidak merasa terganggu? Dia (pelayan) menangani peristiwa
tadi dengan mendekati sempurna, dan tidak membuat kekacauan lainnya.
Kemudia Sundar Pichai mengerutkan
dahinya, dan bertanya pada diri sendiri, lalu apa yang bisa saya dapatkan dari
kejadian barusan?
Dari kursi tempat dia menyeruput kopi,
mengamati insiden kecoa terbang ke pengunjung yang panik, sementara seorang
pelayan restoran bisa dengan tenang mengusir kecoa. Berarti jelas bukan karena kecoanya, tapi karena respon yang diberikan
itulah yang menentukan.
Ketidakmampuan kedua
wanita pengunjung dalam menghadapi kecoa itulah yang membuat suasana restoran
jadi kacau balau.
Kecoa memang menjijikkan,
tapi ia akan tetap seperti itu selamanya. Tidak mungkin bisa kita ubah
kecoa menjadi lucu dan menggemaskan.
Begitupun juga dengan
masalah, atau macet dijalanan, atau istri yang cerewet, teman yang berkhianat,
bos yang sok kuasa, bawahan yang tidak penurut, deadline yang ketat, tetangga yang mengganggu, dan lain sebagainya.
Sampai kapanpun semua
itu tidak akan pernah menyenangkan.
Tapi bukan itu yang membuat semuanya kacau. Melainkan
ketidakmampuan kita untuk menghadapi yang membuatnya demikian.
Yang mengganggu wanita
itu bukanlah kecoa, tetapi ketidakmampuan wanita itu untuk mengatasi gangguan
yang disebabkan oleh kecoa tersebut.
Disitu saya menyadari
bahwa, bukanlah teriakan ayah saya atau atasan saya atau istri saya yang
mengganggu saya, tapi ketidakmampuan saya untuk menangani gangguan yang
disebabkan oleh teriakan merekalah yang mengganggu saya.
Bukanlah kemacetan lalu
lintas di jalan yang mengganggu saya, tapi ketidakmampuan saya untuk menangani
gangguan yang disebabkan oleh kemacetan yang mengganggu saya.
Reaksi saya terhadap
masalah itulah yang sebenarnya lebih menciptakan kekacauan dalam hidup saya,
melebihi dari masalah itu sendiri.
Apa hikmah dibalik kisah
kecoa yang dialami CEO Google tersebut?
Kita mengerti, kita
tidak harus bereaksi dalam hidup. Akan lebih baik kita harus selalu merespon.
Para wanita (pengunjung restoran) bereaksi,
sedangkan pelayan merespon.
Reaksi selalu naluriah
sedangkan respon selalu dipikirkan baik-baik.
Sebuah cara yang indah
untuk memahami hidup
Orang yang bahagia bukan karena semuanya berjalan
dengan benar dalam kehidupannya.
Dia bahagia karena sikapnya
dalam menanggapi segala sesuatu di kehidupannya benar
Wallahualam
Semoga bermanfaat
#baitulmaalitqan
#itqan